Saturday, March 15, 2008

Bercerminlah dari Laskar Pelangi


Sebelum membaca buku ini, nama Laskar Pelangi sebenarnya sudah saya ketahui saat berjalan-jalan di toko buku Gramedia. Sebuah buku dengan warna cover dominan merah jingga dan hitam, sangat menarik dan terlebih saat itu Gramedia menempatkan buku ini sebagai newbooks dan best seller. Sempat saya lihat buku ini, membaca beberapa resensi dan pengantarnya serta tidak lupa juga memperhatikan penulisnya, Andrea Hirata..., hmm.. sebuah nama baru buat saya.

Karena sebenarnya tujuan saya ke Gramedia adalah untuk membeli buku yang sudah saya rencanakan jauh sebelum saya terima gajian bulanan, maka buku dalam benak saya tetap menjadi prioritas utama, dan Laskar Pelangi akhirnya menjadi daftar beli buku saya untuk bulan depan. Tapi apa sih yang menarik dari Laskar Pelangi??.

Ketika secara sengaja saya memindahkan channel tv ke MetroTV untuk menonton acara talkshow Kick Andy, dari situlah saya mulai mengenal novel Laskar Pelangi, di tayangan ini sang penulis "Andrea Hirata" hadir sebagai nara sumber. Dari sini juga saya mengetahui bahwa Laskar Pelangi adalah perwujudan dari kenangan masa kecil sang penulis. Begitu menarik, itu kesimpulan saya setelah menonton acara ini, karenanya keesokan hari saya segera mengarahkan sepeda motor saya menuju Gramedia. Di Gramedia, bukan hanya Laskar Pelangi yang saya beli tapi juga Sang Pemimpi (akan saya buatkan menyusul mengenai isinya), buku kedua dari tetralogi Andrea Hirata.

Butuh 2 minggu disela kesibukan saya bekerja untuk menyelesaikan buku ini, entah itu waktu yang cepat ataukah lama, yang jelas buku ini menjadi kawan terbaik menemani tidur malam saya, paling tidak ia tidak membangunkan saya ketika saya telah tertidur dan masih menggenggamnya, hehehe... atau mungkin saya juga telah terbawa pada kenangan masa kanak-kanak saya, entahlah. Overall, buku ini memang bagus dan memikat.

Laskar pelangi bercerita tentang petualangan sebelas anak miskin dari pulau Belitong yang menuntut ilmu di sebuah sekolah dengan segala keterbatasannya mulai dari gedung sekolah yang sangat rawan roboh sampai kekhawatiran akan jumlah siswa yang akan masuk pada tiap ajaran barunya. Cerita mengenai potret pahit dunia pendidikan di sela-sela tingginya semangat, kesabaran dan perjuangan kesebelas tokoh utama buku ini: Syahdan, Lintang, Kucai, Samson, A Kiong, Sahara, Trapani, Harun, Mahar, Flo dan tentunya sang penulis cerita – Ikal untuk mengubah nasib mereka dengan bersekolah, ditengah-tengah himpitan dan tekanan untuk membantu orang tua bekerja di ladang atau menjadi buruh kasar di perusahaan timah.

Kesebelas anak tersebut hadir dengan karakter-karakter yang berbeda, beberapa diantaranya memang digambarkan dengan dominan seperti Lintang dan Mahar, Lintang jenius dalam bidang eksakta sedang Mahar ahli di bidang seni dan budaya. Lintang juga digambarkan sebagai sosok anak dengan semangat juang berapi-api, yang rela menempuh perjalanan sejauh 80 km pergi pulang demi memuaskan dahaganya akan ilmu pengetahuan.

Novel Laskar pelangi sarat dengan pesan moral, nuansa humaniora, dan begitu menyerang titik sadar para pembacanya. Adakala kita dibawa akan kocaknya interaksi para tokoh dan secara tiba-tiba disadarkan akan indahnya nikmat tuhan yang sudah kita rasakan. Novel ini mengajarkan kita untuk tidak bersikap sombong, selalu bersyukur dan bagaimana memelihara motivasi untuk terus semangat dan pantang menyerah.

Penggambaran latar novel ini pun begitu detail, mulai keadaan sekolah yang mereka tempati sampai kondisi pulau belitong yang terletak di timur sumatera. Mungkin ini dipengaruhi oleh penulisnya yang juga tokoh dalam novel ini dan merupakan penjelmaan dari kenangan masa kecil Andrea. Andrea Hirata juga begitu baik dalam penuturan analogi-analogi di setiap penggambaran perasaan tokoh-tokoh di novel ini. Dalam Novel ini diceritakan pula mengenai sebuah pohon. Filicium, sebuah pohon yang menjadi markas anak-anak laskar pelangi.

Kisah dalam novel ini ditutup dengan cerita-cerita anak-anak laskar pelangi 12 tahun kemudian, dan inilah yang juga cukup menarik. Dua belas tahun kemudian ikal melihat perubahan nasib teman-temannya yang sungguh diluar dugaan. Anak-anak yang pintar dan penuh semangat juang akhirnya juga tidak mampu mengalahkan nasib. Bisa saja nasib adalah perwujudan dari ketidakperdulian pemerintah akan potensi anak bangsa yang dimilikinya. Misalnya saja Lintang, sang jenius yang akhirnya dengan terpaksa harus menjadi supir tronton untuk menggantikan ayahnya sebagai tulang punggung keluarga.

Ada sebuah kalimat Lintang yang membuat saya sebagai pembaca menangis dan mengucap syukur, kalimat yang disampaikannya kepada Ikal. "jangan sedih kal, paling tidak aku telah memenuhi harapan ayahku agar tidak jadi nelayan..." (bab 32 AGNOSTIK, hal. 472). Apa yang bisa saya tangkap dari sebuah jawaban pendek itu?. Bayangkan, supir tronton dianalogikan sebagai kondisi yang lebih baik dari seorang nelayan. Jika itu dibandingkan dengan potensi yang dimiliki sangatlah menyedihkan, terlebih itu dipenuhi sebagai wujud pemenuhan harapan dari doa seorang ayah. Bagi ikal sendiri, kalimat itu semakin menghancurkan hatinya, kecewa, marah pada kenyataan begitu banyak anak-anak pintar yang akhirnya harus berhenti sekolah karena alasan ekonomi. Ia mengutuki orang-orang bodoh yang sok dan menyombongkan diri dan anak-anak kaya yang menyia-nyiakan pendidikan.

Untuk anda-anda yang ingin bernostalgia dengan kenangan masa kecil bersama kawan, menghargai sebuah kenangan, cerita masa lalu dan indahnya sebuah semangat perjuangan hidup, novel ini jelas sangat baik, novel ini juga baik untuk anak-anak muda yang hadir dalam keterbatasannya serta sebagai cermin yang bagus untuk anak-anak muda penuh kesombongan. Dan saya rasa buku ini juga bagus untuk para orang tua agar mampu mengarahkan anak-anaknya serta dapat menjadi pegangan untuk memelihara motivasi anak.

Karenanya lewat novel ini sudahkah kita bercermin, mengukur diri dan bersyukur??.

1 comment:

Anonymous said...

akhirnya ilmunya dikeluarin, tata bahasanya bagus nih kaya di koran koran