Saturday, March 15, 2008

Polisi Satu Beda Dengan Polisi Lainnya


Saya ingat ketika suatu hari, di sebuah kelokan jalan setelah rel dan pintu perlintasan kereta api dekat stasiun Bekasi secara tiba-tiba saja seorang polisi berdiri di tengah jalan dan menghalangi laju motor saya. Benar saja, saya segera diminta merapat dan berhenti. Dalam hati saya menerka-nerka, kiranya apa yang akan menjadi alasan polisi ini menghentikan laju motor saya.

Polisi yang tadi memberhentikan saya akhirnya berjalan mendekati saya, perawakannya sedang dan masih cukup tegap dengan usianya yang saya taksir berkisar 40 tahunan.

"Selamat siang pak bisa lihat SIM dan STNK motornya, mohon maaf neh karena motor bapak platnya luar jakarta jadi saya periksa dulu" polisi itu menyapa saya, kebetulan motor saya memang berplat AB, plat kota Yogyakarta.

"Siang pak, ini SIM saya dan STNK-nya" kata saya sambil menyerahkan SIM dan STNK.

"Oke sudah lengkap pajak juga sudah dibayar, tapi kemana neh spionnya kok cuma kanan saja yang dipasang, malu ya kalo dipasang karena motornya jadi gak gaul lagi, nanti spionnya kayak posisi tangan lagi berdoa??" katanya sambil menyerahkan kembali SIM dan STNK saya.

"Gak usah malu, itu malah baik kalau sampean lupa berdoa sebelum berangkat paling engga motor sampean ini yang sudah berdoa" ujarnya sambil tertawa, "lagi pula itu lebih baik buat keselamatan" tambahnya lagi.

Belum sempat saya mengomentari perkataannya tadi, ia kembali berujar.

"Ya sudah sana jalan, tapi besok harus sudah dipasang spionnya" Saya mengiyakan dan bergegas pergi. Dalam hati saya polisi ini begitu baik dan begitu baiknya kalimat yang disampaikan kepada saya, ditambah lagi ia tidak memperpanjang urusan spion saya ini. Ini sangat kontras dengan pengalaman saya lainnya bersama teman ketika kuliah dulu di Yogyakarta.

Kejadiannya di awal tahun 2003. Dulu ketika masih kuliah, bersama teman saya sempat dikejar dan diberhentikan polisi di sekitaran jalan solo Yogyakarta. Ketika itu kami diberhentikan dengan alasan yang tidak jelas. Alasan pertama yang disampaikan sudah pasti ingin mengecek apakah kami sudah mempunyai SIM dan membawa STNK. Ketika mengetahui kami memiliki kelengkapan surat-surat kendaraan bermotor tersebut, polisi yang memberhentikan kami mulai mempersoalkan kaca spion motor yang kecil dan lampu depan kami yang ditutup kaca film. Singkatnya polisi itu menilang kami dengan dasar aksesoris motor yang tidak standarisasi. Padahal pada saat itu di Yogyakarta sangat menjamur motor-motor yang penuh dengan modifikasi, mulai dari yang hanya merubah tampilan kecil motor (macam motor saya ini) sampai dengan perubahan drastis dari bentuk motor, entah itu bodi motor atau mengganti pelek motor dengan pelek ban sepeda.

Kami berdua tidak mau ditilang, dasarnya jelas karena polisi itu tidak konsisten pada keputusan yang dibebankan kepada kami, lha kok begitu banyak motor yang bersliweran cuma motor kami yang ditindak. Kesalahan dari sikap kami hanyalah memberikan SIM dan STNK pada si polisi sehingga dengan mudahnya ia berdebat alasan dengan kami, mau gimana lagi lha wong STNK sudah di tangan si polisi jadi kami sudah tidak bisa kemana-mana lagi. Polisi itu akhirnya menawarkan harga damai agar kami tidak ditilang berupa setoran uang sebesar 20 ribu rupiah kepadanya sebagai ganti jasa titip sidang, kami hanya tertawa dan mencoba menawar tarifnya. Setelah berdebat lama, inilah yang saya gelikan, polisi itu mau saja terima uang dari kami sebesar 10 ribu. Setelah menerima SIM dan STNK yang telah dikembalikan dari si polisi kami pun segera saja pergi, tancap gas.

Bukannya kami tidak mematuhi hukum atau tidak menurut pada aparat, kami merasa bahwa kami tidak sepenuhnya salah dan polisi itu pun tidak sepenuhnya benar, malah cenderung hanya mencari-cari alasan untuk mendapatkan uang liar dari operasi liar yang ia lakukan. Dalam pikiran saya, polisi yang benar juga tidak akan mau menerima uang sebagai ganti titip sidang dalam kasus tilang menilang, karena pada dasar undang-undang yang memuat peraturan tersebut, denda tersebut selanjutnya akan menjadi milik negara bukan menjadi milik pribadi si polisi.

Sepulang dari perjalanan saya siang itu, sesampainya di rumah saya membuka sebuah bungkusan plastik hitam yang berisi sebuah spion motor sebelah kiri yang sempat saya beli di jalan, kemudian saya pasangkan pada motor saya. Hmm.. benar, sekarang motor saya seperti memiliki sepasang tangan yang sedang menengadah ke atas, layaknya posisi tangan berdoa. Ini mungkin menjadi doa saya juga agar saya selalu diberi keselamatan dalam setiap perjalanan-perjalanan saya.

"Terimakasih pak polisi yang baik, saya sudah penuhi janji saya pada bapak untuk memasang spion motor saya yang sebelah kiri dan yang paling utama adalah ini demi kebaikan saya sendiri, semoga saya selalu selamat dalam perjalanan saya."

No comments: